- Back to Home »
- Beautiful Islam , Idul Adha , Qurban »
- Qurban & Keutamaannya
Posted by : Unknown
Minggu, 15 September 2013
10 Dzulhijjah umat Islam memperingati Hari Raya Kurban. Dzulhijjah adalah di antara bulan-bulan yang memiliki keutamaan tersendiri. Rasulullah Shallallahu a’alaihi Wassalam bersabda: "Tidak ada hari-hari, di mana amalan shaleh di dalamnya lebih dicintai Allah daripada (amalan shaleh) di 10 hari pertama (bulan Dzulhijjah).
Rasulullah Shallallahu a’alaihi Wassalam juga bersabda: "Barangsiapa yang mempunyai kelapangan, namun tidak berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami." (HR Sunan Ibn Majah, 3123)
Sejarah Qurban
Qurban yang bertepatan dengan Idul Adha itu adalah berkenaan dengan kisah nabi Ibrahm AS yang bermimpi diperintah Allah untuk menyembelih puteranya Ismail yang ketika perintah itu akan dlaksanakan, bahkan pisau tajam sudah berada di atas leher Ismail, kemudian oleh Allah digagalkan dan diganti dengan kibas. Ini, dapat kita simak dari firman Allah dalam al-Qur’an ash-Shaffat ayat 99-109 :
Dan Ibrahim berkata:”Sesungguhnya aku akan pergi menghadap kepada Tuhanku (untuk beribadah ke tempat yang sekarang disebut Mekah)), dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar (Ismail). Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim (yakni sudah dewasa), Ibrahim berkata: “Hai anakku : Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku (disuruh) menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu itu; insya Allah bapak akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (terdengarlah suara panggilan) dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu (sudah melaksanakan perintah) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (seekor kibas).Kami abadikan (kissah ini) untuk Ibrahim ( untuk mendapat pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian ( dengan disyari’atkannya shalawat Ibrahimiyah dalam shalat),Karena Nabi Muhammad Saw diperintahkan untuk meneruskan risalah Nabi Ibrahim ini, maka qurban tersebut diteruskan, bahkan disempurnakan di sana sini, semisal tentang waktunya yang tidak hanya sehari tanggal 10 Dzulhijjah itu saja, tetapi sampai tanggal 13 yang kemudian dikenal dengan hari-hari tasyriq. Juga hewan sembelihannya tidak hanya kibas saja, tetapi meliputi semua jenis kambing, sapi dan onta.
Perintah qurban ini kemudian dilestarikan dalam perintah Allah dalam surat al-Kautsar :
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (sebagai tanda mensyukuri nikmat Allah) .Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus (dari rahmat Allah)
Dan di surat Al-Haj ayat 36 : Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang miskin yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang miskin yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.
Syarat-syarat Kurban
Diantara urusan kurban yang harus diketahui oleh seorang mudhahhi adalah syarat-syaratnya. Apa yang harus dipenuhi oleh pengorban dari ibadah kurbannya:
1. Hewan kurban harus dari hewan ternak; yaitu unta, sapi, kambing atau domba. Hal ini berdasarkan sabda firman Allah Ta'ala,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka." (QS. Al-Hajj: 34)
Bahimah An'am: unta, sapi, dan kambing. Ini yang dikenal oleh orang Arab sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan, Qatadah, dan selainnya.
2. Usianya sudah mencapai umur minimal yang ditentukan syari'at. Yakni sudah musinnah, kecuali bagi domba boleh jadza'ahnya. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
"Janganlah kalian menyembelih kecuali Musinnah (kambing yg telah berusia dua tahun), kecuali jika kalian kesulitan mendapatkannya, maka sembelihlah domba jadza'ah." (HR. Muslim dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu)
Dari Al-Barra' Radhiyallahu 'Anhu, berkata: "Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakan shalat, setelah itu beliau bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا فَلَا يَذْبَحْ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَقَامَ أَبُو بُرْدَةَ بْنُ نِيَارٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلْتُ فَقَالَ هُوَ شَيْءٌ عَجَّلْتَهُ قَالَ فَإِنَّ عِنْدِي جَذَعَةً هِيَ خَيْرٌ مِنْ مُسِنَّتَيْنِ آذْبَحُهَا قَالَ نَعَمْ ثُمَّ لَا تَجْزِي عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ
"Barangsiapa mengerjakan shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, hendaknya tidak menyembelih binatang kurban sehingga selesai mengerjakan shalat.” Lalu Abu Burdah bin Niyar berdiri dan berkata; “Wahai Rasulullah, padahal aku telah melakukannya.” Beliau bersabda: “Itu adalah ibadah yang kamu kerjakan dengan tergesa-gesa.” Abu Burdah berkata; “Sesungguhnya aku masih memiki Jadza’ah dan dia lebih baik daripada dua Musinnah, apakah aku juga harus menyembelihnya untuk berkurban? Beliau bersabda: “Ya, namun hal itu tidak sah untuk orang lain setelahmu.” (HR. al-Bukhari)
Musinnah sama dengan istilah Tsaniyyah, yakni hewan dengan usia tertentu yang mencakup unta, sapi dan kambing. An-Nawawi berkata; "Para ulama berkata; Musinnah adalah Tsaniyyah dari segala sesuatu yakni dari unta, sapi dan kambing atau lebih." (Syarah An-Nawawi ‘Ala Muslim, vol 13 hlm 117)
Dalam Mu’jam Lughati Al-Fuqaha’ (I/188) disebutkan: "Tsaniyy adalah setiap hewan yang tanggal gigi serinya. Jamaknya Tsina’ dan Tsunyan. Bentuk lainya Tsaniyyah yang dijamakkan menjadi Tsaniyyat. Tsaniyy dari unta adalah unta yang genap berusia lima tahun, dari sapi yang genap dua tahun dan dari kambing yang genap satu tahun (Mu’jam Lughoti Al-Fuqoha’, vol 1/hlm 188)
Perician dari usia minimalnya:
- Unta: sudah genap 5 tahun
- Sapi: sudah genap 2 tahun
- Kambing: sudah genap 1 tahun
- Jadza'ah domba: sudah genap setengah tahun.
Tidak sah kurban yang usianya di bawan ketentuan di atas.
3. Hewan kurban terbebas dari aib/cacat. Di dalam nash hadits ada ada empat cacat yang disebutkan:
- Aur Bayyin (buta sebelah yang jelas)
- Araj Bayyin (kepincangan yang jelas)
- Maradh Bayyin (sakit yang jelas)
- Huzal (kekurusan yang membuat sungsum hilang).
Jika hewan kurban terkena salah satu atau lebih dari empat macam aib ini, maka hewan tersebut tidak sah dijadikan sebagai hewan kurban.
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, ‘Apa yang harus dijauhi untuk hewan kurban?‘ Beliau memberikan isyarat dengan tangannya lantas bersabda: “Ada empat.” Barra’ lalu memberikan isyarat juga dengan tangannya dan berkata; “Tanganku lebih pendek daripada tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
الْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِى لاَ تُنْقِى
"(empat perkara tersebut adalah) hewan yang jelas-jelas pincang kakinya, hewan yang jelas buta sebelah, hewan yang sakit dan hewan yang kurus tak bersumsum.” (H.R.Malik)
Dari ‘Ubaid bin Fairuz berkata: Aku pernah bertanya kepada Al Bara` bin ‘Azib; sesuatu apakah yang tidak diperbolehkan dalam hewan kurban? Kemudian ia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berdiri diantara kami, jari-jariku lebih pendek daripada jari-jarinya dan ruas-ruas jariku lebih pendek dari ruas-ruas jarinya, kemudian beliau berkata:
أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِى الأَضَاحِى الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِى لاَ تَنْقَى
“Empat perkara yang tidak boleh ada di dalam hewan-hewan kurban; yaitu buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya, pincang yang jelas pincangnya, sakit yang jelas sakitnya, dan pecah kakinya yang tidak memiliki sumsum. ‘Ubaid berkata; aku katakan kepada Al Bara`; Aku tidak suka pada giginya terdapat aib. Ia berkata; apa yang tidak engkau sukai maka tinggalkan dan janganlah engkau mengharamkannya kepada seseorang." (HR. Abu Dawud)
4. Hewan tersebut benar-benar dimiliki oleh orang yang berkurban atau yang diizikan dikurbankan atas namanya oleh syariat atau oleh orang yang memilikinya. Tidak sah kurban orang yang tidak memilikinya secara sah seperti hewan kurban yang dicuri, dikuasai dengan cara batil, dan semisalnya. Sebabnya tidak sah ibadah taqarrub kepada Allah dengan maksiat kepada-Nya. kurban pengasuh anak yatim yang diambil dari hartanya sah jika berkurban telah menjadi rutinitas dan akan bersedih jika tidak ada hewan kurban. Begitu juga sah kurban orang yang mewakili dari harta orang yang diwakilinya dengan izinnya. (Syaikh Utsaimin dalam Risalah Ahkam Udhiyyah wa Dzakah)
5. Tidak ada hak orang lain pada harta hewan kurban tersebut, maka tidak sah kurban dari hewan yang digadai.
6. Menyembelihnya pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat. Yaitu setelah shalat Ied sampai terbenamnya matahari dari hari tasyriq terakhir (tanggal 13 Dzulhijjah). Maka waktu menyembelih hewan kurban ada empat hari: hari idul Adha sesudah shalat dan tiga hari sesudahnya yang dikenal dengan ayyam Tasyriq. Maka siapa yang menyembelih sebelum shalat ied selesai atau sesudah matahari di tanggal 13 terbenam, tidak sah kurbannya.
Dari Sahabat al-Barra' bin 'Azib Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami. Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka itu adalah daging yang diberikan untuk keluarganya dan tidak termasuk nusuk (ibadah qurban) sedikitpun." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan lagi dari Jundub bin Sufyan al-Bajali Radhiyallahu 'Anhu, berkata: Aku menyaksikan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada hari nahar (penyembelihan) bersabda:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ
"Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaknya ia mengganatinya dengan hewan kurban yang lain, dan siapa yang belum berkurban henwaknya ia berkurban." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam Shahih Muslim, dari hadits Nubaisyah al-Hudzaliy Radhiyallahu 'Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
"Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minuma." (HR. Muslim)
Makna Qurban
1. Untuk Mendekatkan diri kepada Allah
Sebelum mengetahui makna qurban lebih jauh. Mengetahui apa itu hakikat berqurban sepertinya menjadi hal yang cukup membantu. Qurban berasal dari bahasa Arab: qoroba, yaqrobu, qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya “dekat”. Secara istilah, qurban adalah mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sementara, kata udhiyyah yang merupakan istilah lain dari qurban artinya hewan sembelihan pada waktu dhuha.
Dengan demikian, qurban atau udhiyyah adalah prosesi ibadah penyembelihan hewan di waktu dhuha yang dilakukan pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari Tasyriq (11 – 13 Dzulhijjah) dengan tujuan untuk mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah Swt. Dengan demikian, makna qurban secara singkat adalah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, dan menjalankan perintah Allah.
2. Qurban Hanya Diterima dari Orang Bertakwa
Makna qurban bisa kita hayati dari ritual qurban pertama kali yang dilakukan manusia dalam sejarah, yaitu qurban yang dilakukan oleh Habil dan Qobil. Keduanya melakukan qurban sebagai jalan keluar dari perselisihan memperebutkan wanita.
Mereka sepakat, barangsiapa yang qurbannya diterima Allah Swt., dia-lah yang berhak menikahi sang wanita. Qobil berqurban dari hasil kebunnya, sementara Habil berqurban dari hasil ternak. Dan, ternyata akhirnya Allah menerima qurbannya Habil. Cerita dari Habil dan Qobil ini juga menyimpan makna qurban yang bisa dijadikan pelajaran. Penjelasannya dapat kita lihat pada surat dalam Al-Quran berikut ini.
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qobil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qobil)” [QS. Al-Maidah (5): 27]
Apa yang bisa kita hayati dari qurban dua anak Adam as tersebut? Makna qurban apa yang tersimpan dalam cerita Habil dan Qobil tersebut? Hal itu dijelaskan dalam ayat lanjutannya:
Ia berkata (Qobil), “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil, “Sesungguhnya, Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa.” [QS. Al Maidah (5): 27]
Ya, hanya qurban dari orang-orang yang bertakwa yang diterima Allah Swt., dalam hal ini Habil. Karena, sebagaimana yang tertulis dalam sejarah, Habil telah mengurbankan harta terbaiknya, yaitu seekor domba yang sehat dan gemuk, sebagai cerminan ketakwaannya.
Sementara, Qobil mengurbankan harta terburuknya, yaitu sayuran dan buah-buahan yang layu, busuk, dan tidak layak konsumsi, sebagai cerminan kekikirannya. Dari kedua cerita tersebut seharusnya, makna qurban hendaknya sudah dapat dipahami. Bahwa Allah lebih ikhlas terhadap hal-hal baik. Maka dari itu, hewan yang akan diqurbankan hendaknya memiliki ciri-ciri fisik yang baik.
3. Qurban Bukti Ketundukan terhadap Hukum Allah
Makna qurban selanjutnya adalah sebagai bukti ketundukan total hamba terhadap perintah Sang Kholik, apa pun dan bagaimana pun beratnya perintah-Nya itu.
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [QS. Al-Hajj (22): 34]
4. Ketakwaannya, Bukan Dagingnya!
Dengan demikian, seperti yang telah diungkapkan di awal, Allah tidak membutuhkan daging qurban kita, sedikit pun! Tapi, yang dilihat Allah hanya satu, ketakwaan kita. Makna qurban yang hakiki ada pada diri kita. Bahwa menguji ketakwaan umat manusia menjadi tujuan akhir dari berqurban. Seperti dalam surat berikut:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhoan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik” [QS. Al-Hajj (22): 37]
* Diambil dari berbagai sumber
Wallahu a’lam